Pengadilan Pajak kembali menegaskan satu prinsip fundamental dalam sengketa transfer pricing (TP): selama margin laba Wajib Pajak terbukti berada di dalam rentang wajar (interquartile range), otoritas pajak tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan koreksi. Prinsip ini menjadi inti kemenangan PT WST atas koreksi peredaran usaha senilai Rp. 4.671.277.888,00 yang dibatalkan seluruhnya oleh Majelis Hakim. Kasus ini berpusat pada perbedaan metode dan analisis kesebandingan antara PT WST dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
PT WST, yang beroperasi sebagai toll manufacturer (jasa maklon garmen), telah menyusun TP Doc ex-ante sesuai PMK-213. Menggunakan metode TNMM, perusahaan mengidentifikasi margin laba aktualnya (FCMU) sebesar 2,51%, yang terbukti berada di dalam rentang wajar pembanding (Q1: 0,27% - Q3: 3,14%). Berbekal fakta ini, PT WST berargumen bahwa sesuai OECD TPG (paragraf 3.60), tidak ada penyesuaian yang perlu dilakukan.
Namun, DJP menolak seluruh analisis tersebut. DJP berdalih bahwa hubungan PT WST dengan afiliasinya (SK Pte Ltd) bersifat highly integrated (sangat terintegrasi), sehingga metode TNMM tidak tepat. DJP kemudian mengganti metode pengujian menjadi Residual Profit Split Method (PSM) secara ex-post. Dalam penerapannya, DJP menggunakan pembanding dari industri yang sama sekali berbeda (distributor obat, buku, dan batu bara) dengan data tahun 2016 (untuk menguji tahun 2017) dan menerapkan pembagian bobot yang dinilai PT WST tidak adil.
Majelis Hakim mengabulkan seluruhnya banding PT WST. Pertimbangan hukum Majelis sangat lugas: (1) Majelis memvalidasi fakta bahwa margin PT WST 2,51% memang berada dalam rentang wajar 0,27%-3,14%. (2) Majelis secara eksplisit mengadopsi prinsip OECD TPG (paragraf 3.60 dan 3.62) bahwa jika margin sudah berada di dalam rentang, maka tidak perlu ada penyesuaian. (3) Dasar yuridis DJP untuk melakukan koreksi dinilai tidak terpenuhi. (4) Majelis juga mengkritik DJP, menyatakan metode TNMM relevan untuk toll manufacturing, dan pembanding DJP (industri obat/buku) serta data (tahun 2016) tidak memenuhi prinsip kesebandingan.
Putusan ini menjadi preseden penting yang menguatkan posisi Wajib Pajak. Kepatuhan formal menyusun TP Doc ex-ante dan kemampuan membuktikan margin laba aktual berada di dalam rentang kuartil wajar, terbukti menjadi benteng pertahanan paling kokoh untuk mementahkan koreksi transfer pricing, bahkan ketika otoritas pajak mencoba mengganti metode pengujian.
Analisa Komprehensif dan Putusan Pengadilan Pajak atas Sengketa Ini Tersedia di sini